KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
A. Definisi
komunikasi teraupetik
Komunikasi teraupetik adalah suatu
pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyeleseikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat – klien yang teraupetik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi (Budi anna keliat). Hubungan teraupetik
sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang didentifikasi
dalam empat tindakan yang harus di ambil antara perawat – klien,yaitu:
-
Tindakan diawali
perawat
-
Respon reaksi dari
klien
-
Interaksi dimana
perawat dank lien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
-
Transaksi dimana
hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan.
Kaltner,dkk (1995) mengatakan bahwa
komunikasi teraupetik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh
orang-orang yang professional dengan menggunakan pendekatan personal
berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi teraupetik inin harus ada
unsur kepercayaan. Komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar dan bertujuan dan kegiatanya difokuskan untuk kesembuhan pasien
dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien(Heri Purwanto 1994). Komunikasi teraupetik termasuk
komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang – orang secara
tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan
non verbal.( Mulyana, 200).
B. Tujuan
komunikasi teraupetik
Komunikasi teraupetik dilakukan dengan tujuan:
1. Membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada
hal- hal yang diperlukan.
2. Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi
orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan.
4. Mempererat
hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu penyeleseian masalah klien.
C. Prinsip – prinsip komunikasi teraupetik
Untuk mengetahui apakah komunikasi
yang dilalukan tersebut bersifat teraupetik atau tidak, maka dapat dilihan
apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip – prinsip berikut ini:
1. Perawat
harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta
nilai yang dianut.
2. Komunikasi
harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
3. Perawat
harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat
harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat
harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang
dan dapat memecahkan masalah – masalah yang dihadapi.
6. Perawat
harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk memenuhi dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
7. Mampu
menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
8. Memahami
betul arti simpati sebagai tindakan yang teraupetik dan sebaliknya simpati yang
bukan tindakan teraupetik.
9. Kejujuran
dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan teraupetik.
10. Mampu
berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan
fisik , mental, social, spiritual, dan gaya hidup .
11. Disarankan
untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.
12. Perawat
harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
13. Alturisme,
mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14. Berpegang
pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia.
15. Bertanggungjawab
dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang
dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.
D. Fase
– fase teraupetik
Komunikasi terapeutik
merupakankomunikasi yang terstruktur yang terdiri dari empat tahap yaitufase
pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan faseterminasi.Komunikasi
terapeutik yang terjadi antara perawat dan klienharus melalui empat tahap
meliputi fase pra-interaksi,orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
Agar komunikasiterapeutik antara
perawat dan klien dapat berjalan sesuaiharapan, diperlukan strategi yang harus
dilakukan oleh perawatpada saat melakukan komunikasi terpeutik dengan kliennya.
Berikut ini akan dijelaskan
mengenai strategi pada setiaptahapan komunikasi terapeutik yang terjadi antara
perawat danpasien yang merupakan klien post-operasi.
1. Fase Pra±Interaksi
Fase pra-interaksi merupakan masa
persiapan sebelumberhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Dalam tahapan
iniperawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan caramengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap inijuga perawat mencari informasi
tentang klien sebagai lawanbicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang
strategiuntuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan olehperawat
dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yangmungkin dirasakan oleh
perawat sebelum melakukan komunikasiterapeutik dengan klien.
Kecemasan yang dialami seseorang
dapat sangat mempengaruhiinteraksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan
Kenworthy, 2000dalam Suryani, 2005). disebabkan oleh adanya kesalahandalam
menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara.Pada saat perawat
merasa cemas, dia tidak akan mampumendengarkan apa yang dikatakan oleh klien
dengan baik (Brammer,1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan activelistening
(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Strategi komunikasi yang harus
dilakuakn perawat dalamtahapan ini adalah:a. Mengeksplorasi perasaan,
mendefinisikan harapan danmengidentifikasi kecemasan Pasien.b. Menganalisis
kekuatan dan kelemahan diri. Mengumpulkan data dan informasi tentang Pasien
darikeluarga terdekatnya.
Merencanakan pertemuan pertama
padapasien denganbersikap positif dan menghindari prasangka burukterhadap klien
di pertemuan pertama.
2. Fase Orientasi
Fase orientasi atau perkenalan
merupakan fase yang dilakukanperawat pada saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien.Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan
kliendilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratandata dan
rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan kliensaat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu(Stuart.G.W, 1998).Strategi yang
dapat dilakukan perawat dalam tahapan iniadalah:a) Membina rasa saling percaya
dengan menunjukkanpenerimaan dan komunikasi terbuka terhadap Pasien dengantidak
membebani diri dengan sikap Pasien yang melakukanpenolakan diawal pertemuan.b)
Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topikpembicaraan) bersama-sama
dengan klien dan menjelaskanatau mengklarifikasi kembali kontrak yang
telahdisepakati bersama. Perawat dapat menanyakan kepadakeluarga Pasien
mengenai topik pembicaraan yang mungkinakan menarik bagi Pasien.c)
Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan sertamengidentifikasi masalah
klien yang umumnya dilakukandengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan
terbuka.Ketika Pasien diam saja atau memalingkan muka, perawatbisa menanyakan apakah
Pasien merasakan sakit dan apayang membuat Pasien merasa tidak nyaman.d)
Merumuskan tujuan interaksi dengan klien. Pada pertemuanawal dengan Pasien,
perawat memiliki tujuan untukmenumbuhkan rasa saling percaya dengan kliennya.
Maka,perawat harus berusaha agar tujuan awal tersebut dapattercapai.
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari
keseluruhan proses komunikasiterapeutik (Stuart,1998).
Fase kerja merupakan inti darihubungan perawat
dan klien yang terkait erat dengan pelaksanaanrencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan sesuaidengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini perawat
perlumeningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional darikomunikasi
terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksisosial dengan cara meningkatkan
sikap penerimaan satu sama lainuntuk mengatasi kecemasan, atau dengan
menggunakan teknikkomunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan
dalammengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan ataumeningkatkan faktor
fungsional komunikasi terapeutik denganmelanjutkan pengkajian dan evaluasi
masalah yang ada,meningkatkan komunikasi klien dan mengurangi
ketergantunganklien pada perawat, dan mempertahankan tujuan yang
telahdisepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas perawat pada fase kerja ini
adalah mengeksplorasistressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Perawat
jugaperlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaianmekanisme
koping yang konstruktif, dan mengarahkan ataumengatasi penolakan perilaku
adaptif.
Strategi yang dapatdilakukan
perawat terhadap Pasien ialah mengatasi penolakanperilaku adaptif Pasien dengan
cara menciptakan suasanakomunikasi yang nyaman bagi Pasien dengan cara:
a) Berhadapan dengan lawan
bicara.Dengan posisi ini perawatmenyatakan kesiapannya (´saya siap untuk
anda´).
b) Sikap tubuh terbuka; kaki dan
tangan terbuka (tidakbersilangan. Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan
bahwaperawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
c) Menunduk/memposisikan tubuh
kearah/lebih dekat denganlawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa perawat
bersiapuntuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
d) Pertahankan kontak mata,
sejajar, dan natural. Denganposisi mata sejajar perawat menunjukkan
kesediaannyauntuk mempertahankan komunikasi.
e) Bersikap tenang. Akan lebih
terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan
gerakan/bahasatubuh yang natural.Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang
dalam komunikasiterapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu
danmendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dankemudian
menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dannon verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pulaperawat mendengarkan secara aktif
dan dengan penuh perhatian
E. Tehnik
komunikasi teraupeti
1. Mendengar Secara Aktif
Adalah konsentrasi aktif dan
persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra. Menurut Ellis
(1994) mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada
orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah oarang
penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya” dan
“saya tertarik padamu”.
2.
Memulai pembicaraan dengan pertanyaan terbuka
Teknik ini memberikan kesempatan
klien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai kehendak klien tanpa membatasi.
Contoh: “Apa yang saudara
pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari ini?”.
Agar klien merasa aman dalam
mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi dorongan dengan cara mendengar
atau mengatakan “saya mengerti yang saudara katakan”.
3. Mengulang
Mengukang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi
perwat mngikuti pembicaraan klien.
Misalnya: “Ooh..jadi saudara tadi
malam tidak bisa tidur karena…”.
4. Klarifikasi
dilakukan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi,
informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah.
Contoh: “dapatkah anda menjelaskan
kembali tentang….?”.
Guna untuk kejelasan dan kesamaan
ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.
5. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi
perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refkelsi ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang
didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, bertujuan memberi respon pada
perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan meerima
perasaannya.
Teknik refleksi ini berguna untuk:
• Mengetahui dan menerima ide dan
perasaan.
• Mengoreksi.
• Memberi keterangan lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
• Mengulang terlalu sering tema
yang sama.
• Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi.
6. Mengahkan pembicaraan/memfokus
Membantu klien bicara pada topik
yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju
tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan fokus pda realitas.
Contoh: Klien: “petugas kesehatan
yang ada d Rumah Sakit ini kurang perhatian pada pasiennya”.
Perawat: “apakah saudara sudah minum obat”.
7. Memberi informasi
8. Humor
Dugan (1998) menyatakan bahawa
tertawa membantu mengurangi ketegangan dan ras sakit yang disebabkan oleh
stres, meningkatkan keberhasilan perawat dalam membarikan dukungan emosional
terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
prduksi catecholamines, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksi pernafasan
dan meningkatkan metabolisme. Namun perawat perlu berhati-hati jangan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
9. Memberi saran
Memberi alternative ide untuk
pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan.
Misalnya: Kita tadi sudah cukup banyak bicara
tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena merokok. Kami
harap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.
10. Diam dan sentuhan
Diam: Cara yang sukar biasanya
dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempetan
berfikir dan memotivasi klien untuk bicara . pada klien yang menarik diri,
teknik diam bearti perawat menerima klien.
Sentuhan: Kasih sayang, dukungan
emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian
yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus memperhatikan norma
sosial. Ketika memberikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti
ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakai pakain.
Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung kepada perawat
untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindarkan
sentuhan. Bradley dan Edinburg (1982) dan Wilson Kneisl (1992) menyatakan bahwa
walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu
diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh
klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
11. Membagi persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal
yang perawat rasakan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan
memberi informasi.
Contoh: “anda tertawa, tetapi saya
rasa anda marah kepada saya”.
12. Identifikasi tema
Mengidentifikasi latar belakang
masalah yang dialami klien yang mincul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan
pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: “saya lihat dari semua keterangan yang
anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”
Dalam
menangapi pesan yang di sampaikan klien, perawat dapat mengunakan berbagai
tehnik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987;124):
1. Mendegar
(Listening)
2. Pertanyaan
terbuka (Boad Opening )
3. Mengulang
(Restarting)
4. Klarifikasi
5. Refleksi
6. Memfokuskan
7. Membagi
pesepsi
8. Identifikasi
tema
9. Dia
(Silince)
10. Informing
F. Sikap
perwat dalam komunikasi terapeutik
Perawat hadir
secara utuh ( fisik dan fsikologi) pada waktu berkomunikasi dengan klien.
Perawat tidak cukup hanya mengetahui tehnik komunikasi da nisi komunikasi
tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
a. Kehadiran
diri secara fisik
Egan (1975,
dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi lima sikap atau cara
untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu :
1. Berhadapan.
Artinya adalah “saya siap membantu mengatasi masalah anda.
2. Mempertahankan
kontak mata. Kontak mata pada level yang sama bearti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Sikap ini juga dapat
menciptakan perasaan nyaman bagi klien.
3. Membungkuk
ke arah klien. Posisi ini menujukan kepedulian dan keinginan perawat untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu yang dialami klien.
4. Mempertahankan
sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menujukan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
5. Tetao
rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara keteganangan dan relaksasi
dalam memberi respon terhadap klien. Sikap ini terutama sangat bermanfaat bila
klien dalam kondisi stress atau emosi yang lebih dalam merespon kondisi
sakitnya.
Sikap fisik juga
bias di sebut perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan
keperawatan. Beberapa perilaku perlu di perlajari non verbal yang dikemukakan
oleh Clunn (1991;168-173 ) yang perlu di ketahui dalam merawat anak adalah :
a. Gerakan
mata
Gerakan mata
dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak
sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan
kontak social. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya 2
bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu.
b. Ekspresi
Ekspresi muka
umumnya dipakai sebagai bahas non verbal namun banyak di pengaruhi oleh budaya.
Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.
Perawat perlu menyadari dan menjaga tetang perubahan yang terjadi pada dirinya.
c. Sentuhan
Sentuhan
merupakan cara interaksi yang mendasar. Kosep diri disadari oleh asuhan ibu
yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih saying
dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam
pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian ( Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991,
173 ). Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan
memperlihatkan kehangatan, kasih saying yang pada kemudian hari ( dewasa )
diharapkan mampu mengembangkan hal yang sama baginya.
REFERENSI
BUKU
Mundakir .2006. komuniasi keperawatan aplikasi dalam pelayanan. Jogyakarta: Graha
Ilmu.
Komentar
Posting Komentar